Era Friendster baru saja berlalu. Jaman di mana salah satu social network paling digemari di Indonesia itu menjadi tujuan pertama remaja dan orang dewasa ketika online. Tak lama kemudian MySpace menyusup, tapi sayangnya tidak segempar Friendster. Friendster benar-benar menjadi suatu fenomena saat itu. Saya sendiri join pertama kali karena penasaran, itu saya masih kelas 3 SMP. Tapi setelah itu jarang online karena saya lebih suka download wallpaper di Google dibanding kirim-kirim testimonial (lagipula temennya belum banyak).
Menginjak SMA, saya mulai aktif online di Friendster (mulai dari sini, kita sebut saja FS). Karena ajakan teman yang ternyata doyan kirim-kirim testi. Dan ternyata saya dapat manfaat dengan punya FS setelah mengira punya FS cuma ajang nampangin foto (waktu itu saya pake fotonya Ashlee Simpson), saya bisa ngobrol bareng sahabat-sahabat saya sejak SMP yang sudah terpisah ke mana-mana itu. Jadi nggak perlu repot surat-suratan segala. Irit dan efektif :D
Member yang sering online FS bakal cepet dapet temen banyak, selain add friends juga approve friend request. Pokoknya berusaha jadi seleb Friendster deh, kenal nggak kenal jadiin temen aja. Trus di jaman ada limit friends, sampai bikin lebih dari 1 account (untungnya saya nggak sampe ikutan bikin). Whoa, sumpah narsis abis!
Friendster kini teronggok tak berdaya ditinggal para membernya (khususnya di Indonesia), setelah virus Facebook menyergap kalangan penggila social network. Yah, nemu yang baru, yang lama dibuang.
Awalnya saya pengen nyoba join Facebook karena ada Green Application-nya. Waktu itu di antara temen-temen saya, yang punya baru saya seorang (sekitar awal tahun 2008). Jadilah temen-temen saya terdiri dari: kalau nggak profil majalah impor ya bule-bule yang nggak saya kenal atau seleb Indonesia (yang pertama kali saya temuin adalah account Facebook-nya Ari Tulang) dan seseorang dari tim Artistik CosmoGIRL Indonesia. Lama-lama saya merasa Facebook isinya widget mulu, nggak ada bedanya sama FS. Tapi saya tetap bertahan karena ada beberapa account teman yang saya suka (mayoritas majalah remaja gitu).
Karena kesepian, saya pun mengemis sama temen-temen saya di kampus dan di Friendster buat join di Facebook. Tapi upaya saya itu mental gitu aja, kebanyakan alasan yang dikemukakan adalah karena enak main di FS atau males bikin account lain lagi (karena masih sepi peminatnya). Seiring berjalannya waktu, beberapa temen saya di MySpace ada yang mulai bikin dan hal itu membuat saya tetap bertahan sampai menjelang akhir 2008.
Tidak lama memang saya join karena setelah itu semua data yang ada di halaman profil saya hapus dan hanya berisi tulisan yang intinya menyuruh untuk mengunjungi blog saya atau account saya di situs lain. Status waktu itu juga belum seheboh sekarang yang gonta-ganti tiap sepersekian menit. Saya cuma ganti status tiap kali online, nggak bolak-balik per menit. Intinya, saya menutup account saya di Facebook (waktu itu belum tahu caranya Deactivate).
Di awal 2009, mendadak Facebook is the new Friendster. Semua orang latah bikin Facebook, bahkan harus saya akui fenomena ini melebihi hebohnya Friendster jaman dulu itu. Mbak-mbak kantoran di bemo aja ngobrolin Facebook kok. Apa saya malu karena nggak punya Facebook? Nggak sama sekali, karena saya tahu ini cuma fenomena yang sifatnya temporal. Hanya sebagai tren sesaat di kalangan 'social networker' *istilah apaan tuh, ngarang abis*
Sekarang kedudukan seperti berputar balik, saya yang dulunya ngemis-ngemis dan berharap booming Facebook bakal menyergap teman-teman saya malah menjadi pihak yang diharapkan join di Facebook, atau lebih tepatnya: kembali ke dunia per-Facebook-an (Deactivate memungkinkan member untuk login kembali dengan e-mail yang sama). Saya sampe nulis di FS kalo saya udah nggak join di Facebook lagi dan bahkan nulis "I don't have Facebook" karena saya udah bosan menjawab pertayaan 'Punya FB nggak?' (FB: Facebook).
Dalam hati saya cuma tertawa kecut dan berkata "Males, salah sendiri kenapa dulu nggak bikin." kalau ada temen deket yang nanya. Atau kadang kalo saya lagi baik, "Nggak punya, saya kan gaptek." atau, "Facebook itu apa sih?"
Booming Facebook lama-lama juga merambah dunia telekomunikasi secara luas. Maksudnya, sekarang provider handphone kalo promosi internet pake embel-embel 'Facebook, Messenger, browsing'. Dulu, mana ada promosi 'Friendster, MiRC, Google'?! Trus HP yang dipake buat internet (dalam iklan) juga bukan HP standart yang kebanyakan dimiliki masyarakat. Modelnya masing-masing pegang Blackberry (BB) dengan silikon pelindung yang warna-warni. Saya kok merasa dibodohi ya somehow.
Lama-lama munculah fenomena Blackberry di kalangan selebritis. Di sinetron-sinetron, aktris dan aktornya pada pegang BB yang warna silikonnya beda-beda. Fenomena ini merambah ke kalangan atas dan jadi gengsi tersendiri. Nggak punya BB, nggak eksis.
Produsen ponsel juga nggak mau kalah, demi mengikuti pasar, dikeluarinlah handphone dengan ukuran segede BB yang fiturnya tetap seperti HP standar (high-end). Padahal seharusnya, jaman udah makin modern, bukannya segalanya lebih mini dan lebih praktis. Eh, ini handphone malah meledak segede konsol Playstation.
Kedua fenomena yang hampir bersamaan ini (Facebook dan Blackberry) jadi berita tersendiri di sejumlah media massa. Ada yang meliput sekumpulan ibu-ibu arisan yang semuanya pegang BB atau polling mengenai kegiatan apa yang dilakukan kalo lagi online FB. What a blast!
Kalau keuntungan Facebook bagi saya adalah karena ada Green Application-nya (ok, sepele banget), kalau BB karena bisa internet cepet (salah satu keuntungan provider yang ngasih service khusus) dan bisa mobile browsing atau ngecek e-mail kapan aja tanpa perlu repot-repot buka laptop. Tapi kebutuhan mobile itu pun masih bisa diakomodasi si Shiro, jadi ya nggak perlu-perlu amat. HP saya yang superjadul masih berfungsi sesuai tugasnya (telpon dan SMS). Foto-foto? Dulunya saya ngincer HP yang fitur kamera berkualitas tinggi, tapi sebentar lagi saya punya kamera sendiri jadi nggak perlu lah.
Kadang beberapa fitur dalam satu paket belum tentu berguna, sifatnya perseptual. Mungkin buat kalangan bussiness man yang mobile-nya super tinggi, BB merupakan pengganti organizer atau bahkan menggeser fungsi communicator (HP kelas eksekutif). Facebook bagi on-line shop, bisa jadi media networking yang sangat luas dan menguntungkan ;] Sekali lagi, sifatnya subjektif dan perseptual.
Ini cuma opini saya saja, nggak ada maksud apa-apa. Kalau menurut saya Facebook dan BB cuma fenomena, mungkin menurut beberapa orang itu adalah kebutuhan hidup. Tergantung dari sudut mana orang itu memandang sesuatu, ya kan? You may share your opinion, critics, or anything (no ethnic, religion, and race contents please). I'm open to them :]
P.S.: it doesn't mean that I'm gonna be a Social Psychologist or what, note that!
P.S.S.: I heard, some people start feeling bored with Facebook, do you?
myspace still rocks !
ReplyDeletejadi FB-nya sudah di deactivate?
ReplyDelete*pamer gigi*
namanya juga manusie
ReplyDeletehehehehe
ga ada puasnya
tapi yg loyal pasti bertahan :D
aku udah pernah deactivate fb jg belom lama ini,boseeeeennnnnn
ReplyDeletetp ahirnya balik lagi gara2 banyak temen yang ngirim wall2 penting ;s
haha,,,
ReplyDeleteyup2,,, saya jadi salah satu korbannya,,, hehe,, FS jdi sepi2,,,
skr pada reunian di FB,,,
@ade
ReplyDeleteyes it is!
@Ariw
just interpret it yourself, dude :]
@jellypilotot
yeah, the survival is the fittest ahaha
@Gita Ayunda Hasanusindhy
temen2 jg byk yg ngajakin katanya biar bisa chat dan wall2an sama saya, tapi saya lebih cinta ngeblog ;]
@MyWorldIsMyLife
baru nyadar ya Mak? :]
thanks for the award :)
ReplyDeletefriendster saya ga pernah punya, FB lebih saru waktu saya pertama buat tiga tahun yang lalu, semua orangnya asli ga da yang fake sama masih sedikit jadi lebih bisa kenal semua teman, Myspace tetap paling cool tapi banyak yang fakenya sampai pusing mana orang asli mana yang ga :[
Oops guilty on this one! Except the blackberry madness, haven't got a blackberry yet, not thinking to get one either.
ReplyDelete@June Paski
ReplyDeletefake is like everywhere, right June? :]
@Cassey
Oh do you have iPhone instead? :] because I'd prefer iPhone than BB hehe
ttg FS: ga sepenuhnya ditinggalin sih, masih sering dibuka kok, cuma kalau dulu aku sering ganti2 layout dan bisa seharian utek2 css, skrg jarang bgt. Dan karena temen-temen pada pindah FB, jadi ya kl mau ketemu mereka ya di FB
ReplyDeleteFB: aku suka FB sbnrnya karena karena ada cause dan green app-nya *just d same as u dear* Aku dulu punya FB malah awal 2007, jaman masih jadul bgt look-nya *yg box app-nya msh di depan semua* dulu aku juga kesepian karena temen2 pada ga mau bkn FB. Sekarang? ketika mereka msh baru mau heboh bikin FB I'm getting bored on FB. You?
BB: aku blas ga kepengen punya BB, dear. sama sekali ga tertarik. Karena menurutku ga worth dengan harga segitu cuma dapet fasilitas segitu. aku mlh ms mupeng berat sm Xperia n N95/96 atau I-phone *oh, i heart that gadget* atau E71 yg jauh lebih lengkap dan lebih tipis itu. Dan lagi, org2 yg pny BB itu cm ikutan tren kok kebanyakan, bnyk yg makenya cm buat telf sm sms. mending pke n73-ku aja deh. hehehe
@Ajeng Sueztika Constitusia
ReplyDeletealasan saya main di FS sebenernya juga pengen explore css-nya :] FB kan ga ada. Itu jg alasan saya males FBan. Bored sama FB sih udah dari jaman jadul ahaha, gara2nya ya isinya cuma widget2 doang itu. Nggak menarik menurut saya. Skrg kn lbh seru (iya ga sih?) soalnya ada photo tagging, chatbox di halaman profile dsb. Sedangkan fitur2 itu jg bisa ditemuin di social network lainnya atau malah bisa dipasang di blog!
Kata nyokap, orang2 yg punya BB sebaiknya adalah orang2 yg supersibuk kayak businessman dsb. Tapi kenyataannya kn ada juga ibu2 rumah tangga yang beli cuma buat gaya2an doang (no offense please), biar dianggep gaul dan ga gaptek. Ugh! Nyokap saya sendiri yg juga pegawai dgn kegiatan seabrek lbh prefer HP standar Nokia yg ga mewah2 amat (mending duitnya buat beli perhiasan kalo buat nyokap saya sih hoho). So do I :] (kalo saya, mending duitnya dibeliin SLR ajah ahaha).
Anyway, thanks for your long comment :]