Monday, 6 April 2009

Permainan Hujan

Seharusnya hujan sudah tidak turun, karena matahari beberapa hari terakhir sudah mulai terik. Tapi seolah langit ingin bermain-main dengan penghuni bumi yang selama ini selalu 'bermain-main' dengan alam.

Nah, hari Kamis kemarin, setelah kuliah Eksperimen saya langsung cabut dan terpaksa bolos kuliah Psikologi Pendidikan buat nyelesein tugas observasi di rumah Anty (partner observasi saya): nonton film Journey to the Center of the Earth sekaligus ngerjain laporannya. Waktu turun dari tangga gedung kuliah yang langsung menghadap ke luar, saya melihat awan hitam bergulung-gulung di atas. Otomatis saya cemas dong, secara saya perginya naik motor. Belum lagi waktu itu saya masih harus mampir ke bank dulu ambil duit setoran customer. Semakin mendekati daerah rumah Anty yang ada di daerah Margerejo, langit emang nggak segelap di kampus tapi tetap mendung. Dalam hati kita berdua berdoa semoga nggak hujan sebelum sampai di rumah.

Namun ternyata doa kita berdua cuma bisa bergema dalam hati alias nggak terealisasi. Waktu lagi nunggu nomor antrian saya dipanggil sambil ngobrol ngalor-ngidul tentang kuliah eksperimen yang gokil-gokil sampai berandai-andai makan mi pangsit yang sebelumnya kita beli, mendadak pembicaraan terhenti ketika Anty noleh ke arah pintu keluar.

Anty: Lho kok satpamnya dipayungin? (berdiri)
Saya: Hah? Hujan ya? (ikut nengok ke luar)

Dan Anty pun bergegas keluar bank menuju motornya yang diparkir di depan. Tak lama kemudian ia kembali dengan kresek putih berisi beberapa bungkus mi pangsit di dalamnya. Waktu ia sudah duduk di samping saya lagi, semerbak aroma sedap mi pangsit melintas di depan hidung saya, bikin tambah salivasi aja :D

Anty: Hmm... baunya.
Saya: Padahal belum dibuka itu. Gimana kalo dibuka...
Anty: Enak ya kalo dimakan hujan-hujan gini.
Saya: Trus kita dilihatin orang se-bank, makan mi di bangku antrian bank. Sudah gila!

Yah, hujan pun tidak juga capek main-main sama kita karena nyatanya pas kita pulang dari bank, hujannya masih turun. Lucunya, waktu keluar dari bank, satpamnya menghampiri kita sambil bawa payung.

Satpam: Kendaraannya yang mana, Mbak?
Anty: Naik motor kok, Pak.
Saya: (ngakak dalam hati)
Satpam: Nggak nunggu terang dulu, Mbak?
Anty: Deket kok, Pak.
Satpam: (menggangguk)
Anty: (noleh ke saya) Emang kita tampang orang punya duit apa?
Saya: Tau tuh.

Well, kalo dilihat-lihat emang mayoritas pengunjung bank waktu itu membawa mobil. Jadi yang salah muka kita yang kayak orang berduit atau parkiran yang penuh mobil-mobil bagus? *perbandingannya bener nggak sih?*

Tragisnya, masuk perumahan Bendul Merisi (rumah Anty), hujan MAKIN deras. Sial! Untungnya (ya, saya masih punya keberuntungan meski sedikit), saya pake jaket. Jadi baju saya nggak basah-basah amat. Yang saya takutkan adalah Shiro (laptop saya) yang ada di dalam ransel, buru-buru ransel saya pindahin ke depan biar nggak kehujanan.

Besoknya, ternyata hujan pengen main-main sama kita lagi. Hari itu si Peni yang barusan ulang tahun, ngadain traktiran bareng anak-anak BLM di Bakso Kuto deket kampus. Berangkatnya sih kita jalan santai banget, serasa window shopping di mall. Menikmati hari sambil ngobrol dan ber-hahahihi ria di pedestrian kampus yang keren *lebay*. Eh, pas mau balik ke kampus, gerimis mulai turun.

Awalnya sih cuma hujan segede butir jagung tapi light dan masih jarang-jarang. Semakin masuk kampus, butir airnya makin kecil tapi lebih sering. Otomatis kita semua jalan lebih cepet. Bahkan beberapa di antara kita waktu itu ada yang lari meninggalkan yang lain di belakang. Karena terlalu berat menyangga perut yang kekenyangan, yang di belakang-belakang ini nggak kuat lari dan terpaksa jalan cepat menerjang badai, termasuk saya :D

Mendekati gedung kampus, hujan makin deres. Karena saya lagi bawa laptop di tas yang terpisah dan bagian atasnya terbuka, maka saya pun memutuskan untuk lari saja mengingat jarak kampus juga udah nggak jauh-jauh banget. Demi menyelamatkan Shiro biar nggak kena flu yang bisa berdampak saya yang kena demam. Seperti teman-teman saya yang sudah sampai di kelas, saya meninggalkan teman-teman yang tadinya jadi teman seperjuangan di belakang *maafkan saya teman, saya tidak punya pilihan lain*

Dengan susah payah dan dengan sisa tenaga yang ada *halahhh*, saya jalan secepat mungkin biar segera sampai kelas. Dan begitu nyampe kelas, napas saya ngos-ngosan tapi perut masih nggak flat-flat juga. Masih kelihatan kekenyangan padahal rasanya tenaga saya udah habis dipake buat lari tadi. Harapan saya, makanan yang masuk tadi dengan segera kalorinya terbakar gara-gara jogging siang-siang itu. Tapi faktanya, tidak sama sekali sodara-sodara.

Nah, pengalaman saya bersama hujan nggak sampai di sini saja ternyata. Hari Sabtunya saya mau ngirim barang ke kantor pos bareng Anty (ya, partner observasi saya itu). Waktu berangkat langit udah mendung-mendung nyebelin gitu, bikin horor tersendiri buat kita berdua. Sampai Anty bawain jas hujan ekstra segala buat saya (kita naik motor waktu itu), belajar dari pengalaman kemarin lusa. Hati udah tenang pas kita berangkat soalnya langit nggak menurunkan air, cuma rintik-rintik kecil yang sangat jarang. Eh... begitu urusan di kantor pos selesai, hujan mendadak turun. Gerimis kecil yang emang sih nggak sampai bikin basah kuyup, tapi tetep aja bikin baju agak basah (apalagi helm yang kedap air). Otomatis Anty jadi mempercepat nyetirnya, takutnya hujannya tambah deres (sekali lagi, belajar dari pengalaman kemarin lusa). Nyebelinnya, begitu sampai di kos saya, hujan udah nggak turun alias gerimisnya berhenti perlahan. Hmmffhh...

Saya punya pertanyaan sama hujan yang ternyata suka bercanda itu, "Are you happy now?"

No comments:

Post a Comment

I'd love to read all your sweet comments.
Please leave it on the box below and I'll reply as soon as I can :)
Have a nice day! x

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin