Sudah lama rasanya nggak nulis sesuatu yang serius, yang isinya bukan cerita jalan-jalan saya atau curhat tentang hari-hari saya yang kayak pejabat: sibuk sana-sini -____-"
Mungkin karena waktu nggak ngijinin saya buat nulis tema yang seperti itu, saya disuruh senang-senang dulu. Belajar nanti. Well, thanks time, now it's my turn to learn again :]
Life goes up and down, saya bersyukur masih bisa belajar dari situ. Belakangan saya dihadapkan pada situasi-situasi yang menuntut saya buat belajar darinya. Mulai perasaan ditusuk dari belakang gara-gara ada yang main gerilya, ngadepin orang yang keras kepala dan susah ditebak maunya apa, berada di kondisi di mana saya harus tetep berusaha ngelakuin segalanya sendiri meski yang mau bantuin banyak, dealing with new people, menghargai perbedaan (di level yang sangat, sangat, sangat tinggi) sampai menyadari bahwa posisi saya sebagai anak yang bergantung pada orangtua sudah hampir selesai. Masalah.
Masih dengan analogi bercak tinta, kalau hal-hal yang sudah saya sebutkan di atas tidak hadir dalam hidup saya, maka kertas hitam saya hanya akan dihiasi warna abu-abu saja. Monoton. Nggak ada warnanya, membosankan dan saya nggak akan belajar apapun. Makanya saya bersyukur bisa dapet yang warna-warni. God still care about me :]
Mengeluh, bisa jadi hal mudah pertama yang akan dilakukan ketika permasalahan datang. Instead of whining, biasanya saya menyebut nama-Nya, dengan harapan saya selalu di bawah lindungan-Nya dan mendapat kemudahan dalam melewati batu kerikil tadi. Beruntung saya dikelilingi orang-orang yang membantu saya untuk selalu ingat pada-Nya. Saya jadi semakin merasa bahwa Dia Yang Maha Melihat ada untuk memastikan saya baik-baik saja. Alhamdulillah.
Dari sini saya pun akhirnya belajar, bahwa pada dasarnya manusia itu sendirian. Terlepas dari predikat makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain. Manusia tetap seorang diri, menjalani kehidupannya sendirian. Tanggung jawab, bekerja keras, perasaan... itu semua milik manusia sendiri. Tidak bisa dibagi dan yah, itu semua kehidupan. Kehidupan nggak bisa dibagi, manusia adalah pemilik mutlak kehidupannya. Ia sendiri yang menentukan bagaimana ia akan hidup.
Hal ini bikin saya sadar, bahwa tanggung jawab saya sebagai seorang dewasa sudah hampir tiba. Masa depan saya sudah di depan mata, sebentar lagi saya sudah tidak boleh bergantung pada orangtua. Teman-teman yang saya miliki sekarang merupakan kembang kehidupan saya, mereka memberikan support non-material yang saya butuhkan. Tetapi itu nggak akan berpengaruh apa-apa pada tanggung jawab saya sebagai seorang dewasa. Saya bertanggung jawab pada Allah dan diri saya sendiri, dan mungkin juga orangtua. Sayalah penentu tunggal dalam segala keputusan di kehidupan saya.
Tanggung jawab ini terasa berat, sejujurnya. Saya bisa jadi sosok yang sangat individualis bila saya mau, saya punya kecenderungan ke arah itu. Dan tanggung jawab ini bisa terpenuhi dengan sempurna bila saya disheartened, jadi individualis sejati. Tetapi, saya memutuskan untuk nggak jadi vampir lagi bagi orang-orang yang saya sayangi. Saya nggak mau kembali ke dunia yang gelap lagi, saya nggak mau menyia-nyiakan usaha mereka yang sudah membuka mata saya; menyadarkan saya untuk 'it's ok to be like this'. Saya udah nyaman di sini.
Tapi kadang, beberapa hal mendorong saya buat kembali ke sana. Kembali ke masa saya masih jadi vampir jahat yang nggak peduli sama orang lain, anti-sosial. Saya cuma bisa nangis aja sama Yang Di Atas kalau udah gitu.
Peran. Semakin ke sini saya jadi notice sama yang satu ini. Status seseorang dalam kehidupan saya sekarang ini nggak berarti apa-apa, yang saya perhatikan adalah perannya. Beberapa orang berperan melebihi yang seharusnya, sementara di sisi lain sejumlah orang nggak melakukan porsi perannya dengan baik. Peran, bagi saya adalah bertindak dan berperilaku pada suatu situasi di mana saya membutuhkan keberadaan peran tersebut. Keberadaannya saja buat saya sudah sangat membantu, untuk beberapa kasus. Saya sudah tidak peduli status orang itu apa, saya hanya peduli pada perannya. Oleh karena itu, cerita sama orang asing, buat saya lebih nyaman dibanding sama sahabat sendiri ;]
Beberapa hal, akhir-akhir ini bikin saya semakin ingin segera melakukan hal yang saya suka. For the rest of my life. Doing art and/or writing, everyday. Saya pengen cepet-cepet nyemplung di dunia yang bener-bener saya sukai dan cintai setengah mati, seni dan menulis.
Di dunia seni, dari dulu saya pengen pekerjaan yang mengandalkan kreatifitas. Because that's where I put my love in. Mengolah sesuatu, menciptakan sesuatu dan menunjukkannya pada publik. It's a fun thing to do for me, saya suka sesuatu yang warna-warni, yang sifatnya visual, yang kegiatannya mendesain. Saya tau apa yang harus saya kerjakan, atau bisa jadi apa saya nanti. I know it, very well. Tapi cukup saya dan Allah saja yang tau, ini rahasia besar saya dengan-Nya :]
Menulis, sudah jadi habit in a daily basis. Menuangkan sesuatu dalam tulisan mungkin udah kayak kebutuhan buat saya. Tapi mencatat bahan kuliah atau bikin paper nggak termasuk yaa ;] Menulis sesuatu yang saya suka, jadinya bisa panjang banget dan saya pun nyadar akan hal ini makanya saya alihin ke sesuatu yang menuntut tulisan panjang buat jadi suatu produk. Still, ini rahasia besar saya sama Yang Di Atas. Nanti kalau sudah nggak jadi rahasia, pasti saya kabarin ;] Saya suka menulis (basically anything), dan blog adalah media yang tepat untuk itu :D
Daaaannn, bisa saya simpulkan, saya belajar banyak. Masalah, buat saya sekarang ini, merupakan media buat belajar. Saya berusaha keras untuk mencamkan itu di kepala saya setiap kali hal buruk datang, karena kecenderungan kita adalah untuk mengeluh atau got a bad temper immediately. Saya berusaha mengendalikan temper saya yang gampang jadi jelek, di mana kecenderungannya adalah bertahan lama. Biasanya, saya akan menghindar dari sumber masalahnya sejenak, menuangkan apapun itu yang ada di dalam kepala dan hati; rasa marah, nangis, ngumpat... Tapi nggak di depan sumber masalah.
Crying is fine, asal nggak berlebihan. Saya menangis menghadap Allah, dan pada-Nya saya berbicara dan meminta pertolongan. Sesudahnya biasanya temper saya membaik dan emosi saya kembali normal meski nggak seperti sebelumnya. After cooling down, saya baru kembali seolah nggak terjadi apa-apa. Ini penting, karena masalah harus dihadapi dengan kepala dingin supaya jalan keluarnya bisa ditemukan. Di sinilah 'tangan-tangan yang tidak terlihat' itu memainkan perannya, di sini saya cuma bisa pasrah dan mengerahkan kemampuan yang saya punya :]
Saya berdoa, semoga hasil belajar saya yang kemarin-kemarin itu bisa jadi support yang cukup dalam menghadapi masa depan saya yang udah di depan mata. Saya tau saya sedang 'didorong', saya sadar. Saya pun mengalami krisis di mana saya harus mempertahankan mimpi dan passion saya atau menyerah pada keadaan. Setelah saya pikir-pikir lagi, saya bukan tipikal orang yang menyerah pada keadaan. Saya mengikuti apa yang jadi passion saya, saya punya interest yang cukup banyak. Itu bisa jadi pegangan saya dalam menjalani masa depan saya nanti. Saya sedang 'didorong', saya ngerasain kok. Makanya saya berdoa sama Yang Maha Kuasa biar diberi kekuatan dan kemudahan untuk stay on track dan bisa menjalani apa yang menjadi passion saya selama ini. Insya Allah.
Well, kehidupan ini mungkin saya bilang punya manusia itu sendiri, tapi tetap yang mengatur adalah Sang Pencipta sekalipun kita yang menentukan ke mana akan melangkah. God always has a plan for us, saya mempercayainya. Biarkan waktu berjalan perlahan mengantarkan saya ke sana, biar kehidupan memberikan kesempatan buat saya untuk belajar dan jadi lebih baik. Insya Allah.