Monday 17 November 2008

I confused

Manusia ditakdirkan memiliki kapasitas otak yang sama. Menurut teori, di dalam otak terdapat dua jenis penyimpanan memori (STM dan LTM). FYI, LTM atau Long Term Memory merupakan bagian otak yang mampu memuat beragam informasi yang tidak terbatas jumlahnya. Jadi, menurut teori, seharusnya ungkapan 'Waduh udah lupa, itu kan udah lama banget' atau 'Sorry, aku kebiasaan nih suka lupa' tidak berlaku atau istilahnya makes no sense. Kecuali kalau emang informasi itu bersifat temporary dan nggak terlalu penting, kemungkinan bisa masuk ke STM atau Short Term Memory yang kapasitas penyimpanannya memang terbatas (cuma 7 unit).

Berangkat dari pengetahuan tersebut, saya jadi melihat sebuah fenomena di mana seseorang yang bolak balik menanyakan hal yang sama (bukan karena pikun atau udah tua). Seperti 'Gimana, Mbak, caranya main game ini nih?' padahal saya udah 3 kali menjelaskan dan dia selalu nanya hal yang sama tiap kali mau main game itu. Yang saya bingungkan, kenapa dia bertanya pada saya lebih dari sekali? Oke, mungkin wajar dan bisa dimaklumi ketika seseorang banyak bertanya ketika dalam proses pembelajaran. Dalam artian, ketika saya menjelaskan, ia bisa kok banyak bertanya atau mengulangi instruksi saya sambil praktek. Seriously, it will help you memorize everything by doing it while people telling you what to do. Tapi apa jadinya kalau bertanya itu berlangsung beberapa kali di mana sebelumnya saya menganggap pemahaman itu sudah didapatkan? Sometimes, it sucks. Well, kejadian tersebut mungkin ada kaitannya juga dengan metode pembelajaran tiap-tiap orang yang bisa berbeda-beda.

Saya bingung, kenapa sesuatu yang dianggap penting dan kerap dibutuhkan or say, it's kinda technical thing bisa dilupakan begitu saja. Bokap saya selalu mengajarkan untuk menggunakan logika dalam melakukan sesuatu dan di sisi lain, nyokap saya memberikan anjuran untuk melihat keadaan dengan rasa simpati dan empati. Dua elemen ini selalu berperang di dalam kepala saya. Oke, akan saya jelaskan lebih lanjut.

Berpikir logis berarti juga menggunakan nalar untuk menyelesaikan masalah. Sekarang saya tahu alasan kenapa bokap saya tidak pernah membiarkan saya selalu minta tolong untuk mengerjakan apa yang saya tidak bisa, terutama masalah teknis. Misalnya, ketika bokap meminta saya untuk mematikan keran air di taman depan yang baru aja dipasang.

Saya : Pa, muter kerannya ke kanan atau ke kiri?
Bokap : Matiin keran ke kanan atau ke kiri?

Bukannya bokap males jawab, tapi sejak kecil pertanyaan saya selalu dibalikkan seperti itu oleh bokap supaya saya bisa mencari jalan keluar sendiri berdasarkan logika dan nalar saya. And finally I use to see things in a rational way, in order to solve problems.

In the other hand, nyokap selalu mengambil alih apapun yang saya katakan 'I can't do it'. Misalnya nih, ketika saya nggak bisa (nggak berani sebenernya hehe) membuka tutup oven ketika nyokap minta tolong ngecek kue panggangannya udah mateng atau belum.

Saya : Ma, gimana nih bukanya? *tangan udah megang lap buat membuka tutup oven yang panas*
Nyokap : (beberapa saat kemudian) Sini lapnya.

See, she takes over my problems and finishes it just like that. Mungkin maksudnya supaya saya bisa belajar dari apa yang nyokap lakuin (social learning), tapi jadinya sampe sekarang saya lebih memilih mengoles adonan dengan putih telur daripada harus membuka tutup oven. Karena kalau saya membuka tutup oven bisa memakan waktu seribu tahun lamanya karena saking hati-hatinya takut tangan kena panas oven, sehingga nyokap memutuskan untuk melakukannya sendiri.

Cara orang menyelesaikan masalah emang berbeda-beda dan saya sangat menghargai perbedaan itu meskipun ada juga yang sedikit konyol.

Then something makes me more confused is the fact that we are social man. Kalau, menurut teori yang tentunya sudah dibuktikan dengan sejumlah penelitian yang melototin dan mempelajari tentang karakteristik otak manusia, otak kita ini bisa mengingat informasi dalam jumlah besar yang dalam hal ini disimpan di dalam LTM. Dan informasi yang disimpan di dalam LTM itu tentunya bernilai penting dan berharga sehingga membuahkan kesan dan akhirnya nyantol di ruang-ruang penyimpanan file di LTM room. Lalu ungkapan 'aku ini orangnya pelupa, makanya aku ditakdirkan sama dia yang suka mengingatkan', apakah masih terdengar masuk akal? Lantas apa yang bersarang di dalam LTM buat 'orang-orang pelupa'?

Karena sejatinya otak manusia ini mampu mengingat apa saja, mengingat besarnya kapasitas memori yang dimiliki LTM. Terlepas dari 'kita ini makhluk sosial' dan 'teori memori', saya juga mau menyebutkan faktor lain. Kemauan. Kadang, meskipun suatu hal dirasa penting dan bernilai, tapi ada juga orang yang mengabaikannya begitu saja dan menganggap orang lain bisa membantunya nanti dengan mengingatkannya. Kalau memang penting, kenapa tidak ada usaha atau lebih tepatnya kemauan yang diikuti usaha untuk mengingatnya? Dalam artian, menyimpan informasi tersebut ke dalam memori (LTM) dengan sejumlah cara (visualized or verbalized). Hmm... a will and a tendency to ignore things.

Terlalu banyak pikiran memang menyesakkan kepala. But hey, bukan itu masalahnya kalau dipikir-pikir. Yang menyesakkan kepala itu bukan pikirannya, melainkan banyaknya 'file' yang aktif melakukan proses kognisi di otak. Kalau pintar meng-on dan off-kan 'file-file' mana yang mau diproses, tentunya ungkapan 'lagi banyak pikiran' nggak akan terucapkan *halah*.

Posting ini bukan dimaksudkan untuk mengkritik (kalau ada yang merasa dikritik ya cepat berubah hehe), ini cuma sebuah wacana hasil proses kognisi di kepala saya and I just wanna share. Seriously, this is the first time I write something called 'boring-hard-topic' which contains theory like this. I feel like I wrote a scientific journal or something. Of course, in a fun way ahaha.


P.S.: call me selfish or whatever, I don't give a damn.

Tuesday 11 November 2008

Silence of the Lamb


Film thriller yang dibintangi Jodie Foster (yang mirip Lindsay Lohan hehe!) ini emang tergolong film lama, tapi kualitasnya bisa menandingi film-film thriller populer bertema psycho macam seri Saw ataupun Psycho. Film ini mengisahkan tentang seorang detektif wanita bernama Clarice

(Jodie Foster) yang mendapatkan tugas untuk mewawancarai seorang dokter yang ditahan di rumah sakit jiwa karena merupakan seorang psikopat bernama Hannibal Lecter (Anthony Hopkins). Tantangan demi tantangan dia lakukan demi memecahkan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh psikopat buron bernama Bufallo Bill yang menculik dan menguliti wanita-wanita bertubuh gemuk, yang mana psikopat itu adalah mantan pasien Dr.Lecter. 

Clarice bahkan harus mengorbankan kenangan pahitnya diungkit lagi ketika mencoba mencari informasi mengenai Bill dari Dr.Lecter. Banyak sekali hal-hal yang bisa kita pelajari dari film ini, salah satunya yaitu mengenal bagaimana seorang psikopat itu sebenarnya. Ada satu hal yang menarik perhatian saya, Clarice diharuskan selalu bersikap sopan ketika mewawancarai Dr.Lecter, sehingga ia akan mudah mendapatkan informasi. Dan pada akhirnya dia memang mendapatkan apa yang dia butuhkan meski harus bersusah payah mengoreknya melalui sejumlah teka-teki yang diberikan Dr.Lecter. Menariknya, Dr.Lecter pun memperlakukan Clarice dengan sopan dan menghargainya sebagai manusia. Nah, yang menjadi pertanyaan di benak saya adalah bila seorang psikopat menghargai sebuah kesopanan, kenapa justru manusia normal banyak yang tidak?

Recto Verso


Penulis Dee
Penerbit Goodfaith Production


Bila sebuah ulasan atau review di sebuah surat kabar ternama Surabaya mengatakan bahwa kumpulan cerpen karya Dewi Lestari atau sosok bernama pena Dee ini sebuah curhat cinta, maka saya akan menyebutnya sebagai kumpulan prosa terindah dan inspiring yang pernah saya baca.

Herannya, saya kagum banget sama Dee yang dengan menyebalkannya (hehe) sukses menulis sejumlah cerpen yang bener-bener cerpen alias cerita pendek. Nggak sepanjang 4 atau 7 halaman kayak di majalah-majalah tapi bisa cuma 2 lembar atau sekitar selembar kertas A4 kalau diketik. Sedangkan saya, judeg abis kalau harus disuruh nulis cerita dengan 'kapasitas' yang sempit dan begitu menyiksa seperti itu hehe.

Specialnya kumcer Dee ini, selain ditulis dalam bahasa ibu (Indonesia maksudnya), ada juga yang ditulis dalam bahasa asing alias bahasa Inggris. Ya, ada dua cerpen Dee yang ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa yang digunakan bukan bahasa slang non-formal yang kerap didengar di TV tapi
-->, menurut saya -->, menggunakan bahasa sastra yang kedengarannya indah banget kalau dibaca.
Tema cerita yang diangkat Dee dalam kumcernya mayoritas memang sekitar percintaan dan romansa. Tapi nggak picisan atau bahkan dangdut (Ha-Ha). Sekali lagi, kelihatan elegan dan indah banget deh pokoknya begitu baca cerita yang ditulis oleh Dee ini. Setiap cerpen disertai pula dengan lirik lagu (lagunya bisa didengarkan di CD yang dijual terpisah) yang menggambarkan cerita yang ditulisnya. Topnya lagi, tulisan-tulisan indah karya Dee ini juga disertai dengan foto dan gambar ilustrasi (what a beautiful pics!).

Mengutip kata-kata yang tertera di bagian kata pengantar yang ditulis oleh 'orang-orang penting' yang turut serta mewujudkan karya Dee yang satu ini; karya seni ini patut dipertimbangkan bagi para pecinta buku (khususnya buku Indonesia). Pembaca nggak cuma disuguhi cerita yang ditulis dengan apik, tapi juga bisa menikmati ilustrasi-ilustrasi indah di celah-celah halaman buku, serta mendengarkan suara Dewi Lestari (yang tidak usah diragukan lagi) menyanyikan lagu-lagu yang liriknya dikembangkan menjadi cerita dalam 'Recto Verso'. I told you, it's a work of art.

Monday 10 November 2008

Catcher in the Rye

Penulis J.D.Salinger
Published by Banana PUBLISHER

Kitab sejumlah pembunuh di Amerika. Sebuah review yang menuliskan tentang novel ini mengatakan bahwa Catcher in the Rye telah menginsipirasi sejumlah pembunuh di Amerika. Review itu juga mengatakan bahwa para orangtua dianjurkan untuk waspada karena novel ini mampu mengubah anak mereka dari a good boy menjadi a bad boyWell, gara-gara review buku itu saya jadi berniat membelinya, apalagi teman saya yang juga gila baca bilang bahwa novel itu sangat bagus.

Novel yang belakangan saya sadari nama penulisnya mirip nama penulis buku-buku Ekonomi atau Politik itu bercerita tentang seorang siswa SMA bernama Holden Caulfield yang drop-out dari sekolahnya karena ia hanya lulus dalam pelajaran Bahasa Inggris. Secara umum, Holden seperti remaja pada umumnya, pergi berkencan dan bahkan ikut klub hangar. Namun dalam bertutur kata ia selalu mengatakan hal-hal yang baik dan menyenangkan di mana hal-hal yang ia katakan itu merupakan kebohongan yang nyata. Ia membenci hampir segala hal tapi tak mau orang lain tau ia membecinya. Nyaris semua hal yang dikatakannya hanya bualan belaka, dan tak jarang ia berkata tulus dalam kebohongannya. Actually, Holden adalah remaja berhati mulia; ia tidak mau mempermainkan wanita dan sayang sekali dengan adik-adiknya, Allie dan Phoebe. Ia juga sangat menghormati orang tua dan mau membantu sesama. Novel yang cover depannya kelihatan sangar ini merupakan catatan harian Holden.

Catcher in the Rye ditujukan untuk pembaca usia dewasa, yah sekitar 18 tahun ke atas lah. Karena novel ini sarat akan umpatan-umpatan dan pemikiran sang tokoh utama yang bisa dikategorikan 'tidak baik untuk anak-anak'. Lucunya, umpatan-umpatan dalam novel ini diterjemahkan ke dalam umpatan lokal yang malah kedengaran konyol. Sekedar berandai, kalaupun umpatan-umpatan itu disensor, tak terbayang berapa banyak tanda bintang (*) yang bisa ditemukan dalam novel ini :] Secara keseluruhan, terjemahan novel ini lumayan bagus dan enak dibaca meskipun bukan terjemahan keluaran Gramedia. Sehingga cerita bisa mudah ditangkap dan alurnya pun mengalir dengan baik. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari novel yang padat ini, salah satunya berasal dari kutipan dari seorang ahli psikoanalisis yang berkata "Mereka yang belum dewasa adalah yang bersedia mati demi memperjuangkan satu hal, sementara mereka yang dewasa justru bersedia untuk hidup dengan rendah hati untuk memperjuangkan hal itu". Dan kutipan favorit saya dari novel ini adalah "Jangan pernah bercerita apa-apa pada orang lain. Begitu kalian bercerita, maka kalian akan mulai merindukan orang lain."

Tidak ditemukan sinopsis sedikitpun di bagian cover belakang, yang ada hanya tulisan "Mengapa buku ini disukai para pembunuh?". Sedikit banyak, saya jadi semakin penasaran ketika terakhir kali memutuskan untuk membeli novel itu di Gramedia. Saya penasaran apa jawaban dari pertanyaan yang menggantikan posisi sinopsis di cover belakang itu. And now, I got the answer :]

Hidden treasure

Mengingat KTP saya sudah expired, saya pun memutuskan untuk mengisi form yang dikasih nyokap. Itu form pembuatan KTP; baru, perpanjangan maupun penggantian. Lho bukannya bikin KTP itu di kelurahan? Iya, pegawai kelurahannya itu teman kantor bokap-nyokap saya. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri, jadi ya pegawainya yang nyamperin pemohon haha. Pas sampe di bagian pengisian No.KK alias nomor kartu keluarga, saya nanya ke nyokap. Saya : Ma, no.KK itu maksudnya nomor kartu keluarga? Nyokap : Iya. KK-nya ada di lemari Mama. Saya : Di laci? Saya bergegas ke kamar di mana lemari nyokap berada, sampe nggak denger apa jawaban nyokap saking yakinnya saya kalau KK ada di laci lemari nyokap. Soalnya biasanya sih surat-surat ada di situ. Eh ternyata waktu saya buka lemari yang kebanyakan isinya korden, jilbab lama nyokap, koper-koper sama kain batik itu tidak saya temukan satupun benda yang sekiranya mirip Kartu Keluarga. Saya malah menemukan sebuah amplop coklat medium yang ada stempel Air Mail-nya berikut stiker nama yang cukup familiar buat saya. Itu kiriman surat dari Bude saya yang tinggal di Florida, USA. Saya raba, tebal juga isinya. Waktu mau saya buka, penutupnya ada perekatnya. Karena takut sobek, saya pun urung membuka satu-satunya surat dari Bude saya yang belum pernah saya lihat itu. Meskipun penasaran setengah mati! Karena nggak nemuin yang saya cari, saya tutup itu lemari kayu raksasa yang sekompartemen sama lemari bokap. Saya pun ke kamar saya sendiri dan membuka laci di lemari baju. Ada map oranye yang awalnya saya kira berisi Kartu Keluarga ketika melihat plastik biru yang nongol keluar di sisi map. Setelah saya buka, ternyata isinya ijazah SD adik saya yang gede sama ijazah TK-nya. Di luar plastik biru, saya menemukan fotokopi ijazah nyokap waktu SD dan SMP, bahkan ada rapornya juga! Fotokopi ijazahnya aja udah coklat persis kayak perkamen kuno. Foto nyokap juga asli oldies banget, rambutnya masih potongan cepak model Lady Di dan sama sekali nggak mirip saya ahaha. Saya sempat mengamati daftar nilai ujian akhir nyokap waktu SMP and trust me nilai-nilainya masih bagusan saya dulu hehe. Waktu mau buka rapor-rapornya, eh kertasnya malah keriting dan lengket satu sama lain. Karena saya lagi buru-buru mau nyari Kartu Keluarga, saya memutuskan menunda membuka buku rapor kuno punya nyokap itu. Mungkin next time kalau udah nggak sibuk dan nggak ada orang di rumah (ntar bisa disetrap nyokap gara-gara membuka 'arsip' lamanya) hehe. Nggak nemuin di kamar saya, saya konfirmasi ke nyokap. Saya : Ma, kok nggak ada? Nyokap : Di lemari, di dalam kresek Elizabeth*. Di map batik itu lho, Mbak. Saya : Di bawah? Nyokap : Iya, di tas-tas itu. Saya ingat baik-baik kata kuncinya: map batik, kresek Elizabeth*. Saya buka lagi lemari kayu raksasa tempat baju-baju bokap dan nyokap disimpan. Setelah bongkar sana-sini, saya nggak nemu itu map batik tapi saya nemuin kresek Elizabeth* bening yang dari luar pun jelas kelihatan kalo isinya bukan map batik tapi tumpukan jilbab lama nyokap. Saya frustasi, jadi saya memutuskan untuk menyudahi pencarian ini dan berasumsi kalau nyokap saya lupa naruh atau udah mindahin ke tempat lain. Saya pun membereskan form yang tadinya saya tinggal di ruang tamu, di mana nyokap saya lagi baca koran Minggu pagi. Saya : Mama lupa naruh paling. Yang ada di lemari itu kresek Elizabeth* isinya jilbab, nggak ada map batik. Nyokap : Kamu nyarinya di lemari mana? Saya : Di kamar sini kan?? (nunjuk ke kamar di samping ruang tamu) Nyokap : Lemari yang mana? Saya : Lemari coklat itu kan?? Nyokap : Lemari Mama masa yang itu?! Bajunya Mama masa ditaruh di situ? Saya bungkam. Saya memutuskan buru-buru berlalu sebelum sempat mendengar nyokap ngomel gara-gara kesalahan saya ini ada hubungannya dengan kesukaan saya make earphone. Maksudnya, saya jadi nggak denger apa yang nyokap katakan dengan baik. I'm not deaf and it has nothing to do with I-like-listening-music-with-my-PMP. Karena saya dengar dengan SANGAT baik kalau nyokap mengatakan bahwa kartu keluarga disimpan di 'Lemari Mama' dan yang saya tahu 'Lemari Mama' itu ya lemari kayu gede yang ada di kamar bokap-nyokap. Saya akui saya salah, tapi bukan karena masalah pendengaran. Tapi nalar saya. Hmm kali ini nalar saya nggak bekerja karena keterbatasan pengetahuan. It used to be my moms' closet. She bought a new closet because her old closet is too small for her clothes. Mana ada surat penting dipisah dari surat-surat lainnya?! Ditaruh di lemari baru pula dan nggak disimpan di laci. Saya buka lemari yang letaknya persis di depan lemari kayu gede yang udah saya buka-tutup beberapa kali tadi. Bukan hadap-hadapan tapi lemari Mama yang sebenarnya ini menyamping di depan lemari kayu gede karena keterbatasan space di kamar. So you have to push it away if you wanna open the wooden closet's door. Lemarinya nggak terlalu besar dan mirip lemari penyimpanan baju sewaan, bedanya lemari nyokap kacanya gelap. Yap, dengan superpower persis seperti punya Jessica dalam HEROES, saya dorong itu lemari yang lumayan berat karena padat berisi baju nyokap (terima kasih pada ilmuwan-siapalah yang sudah menciptakan gaya gesek sehingga terciptalah benda ajaib bernama roda). Dan akhirnya pencarian saya berakhir sudah, kresek Elizabeth* yang dimaksud nyokap ternyata teronggok di dasar lemari dan yah di dalamnya ada map batik (yang juga udah nyokap sebutin). Map batik itu lumayan berat karena isinya juga lumayan banyak. Saya serasa membuka buku sihir kuno punya Harry, karena isi map batik itu semuanya adalah file-file yang kertasnya berwarna coklat karena sudah dimakan usia. Mulai akte kelahiran nyokap, saya, adik-adik saya (punya bokap ada di map lain karena file bokap sendiri aja lebih banyak dari semua file yang ada di map batik), ijazah nyokap (file asli), surat-surat pengangkatan nyokap jadi PNS dsb. Lucunya, saya juga nemuin daftar nama peserta tes Psikologi (IQ dan intelegensi) jaman saya kelas 5 SD dulu. Hasil tes itu menentukan apakah murid peserta tes tersebut layak masuk kelas Unggulan (istilahnya sih gitu) di SD saya dan menurut hasil tes itu saya dinyatakan layak. Malah tanpa disangka saya memiliki IQ paling tinggi nomor dua satu kelas! Di lembar kedua, saya lihat rincian kriteria kemampuan yang menandakan saya memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Lucunya lagi, kemampuan berhitung saya saat itu mencapai skala 9 0f 10. Gila nggak?! Kalau sekarang disuruh tes ulang, tentu aja cuma 4 of 10 atau lebih parah lagi mengingat saya langsung alergi sama yang namanya itung-itungan sejak masuk SMP. Ada juga penjelasan mengenai kepribadian saya, motivasi, kreativitas dan social life. Yah sedikit banyak menggambarkan saya yang sekarang ini, which means kalo saya nggak begitu banyak berubah sekalipun saya merasa saya sudah jauh berubah sekarang. Ouw...khusus bagian kreativitas. Di situ dituliskan kalau perlu bimbingan supaya lebih terarah dan sebagainya. Ya, sejak masuk SD kesukaan saya pada seni (menggambar) memang menurun. I was better when I was in kindergarten. Tapi lepas SD, saya kembali menemukan sense of art saya lagi. Terutama sekarang :]] Oh, ada juga yang lucu. Di bagian social life, dikatakan bahwa I tend to make people happy. Well, do I? Saya juga nggak tahu, mengingat saya bukan altruistik and I don't talk to people that much. So, I don't know how the psychologist interpreted me like that. Saya juga nemuin lembar hasil tes psikologi dari lembaga yang sama (dengan urutan perincian yang juga sama) punya adik saya yang paling kecil (well, SD kita sama). Lucu aja membaca hasil tes Psikologi adik saya yang diambil 5 tahun yang lalu itu, karena memang dia banget ahaha. Dibandingkan saya, adik saya itu dikategorikan ke dalam kecerdasan rata-rata (110-119). Saya nggak tahu tepatnya berapa, tapi itu sudah membuktikan sekalipun dalam satu keluarga, belum tentu IQ-nya sama. Yah, itu kan masa lalu. IQ dan tingkat kecerdasan seseorang berubah seiring bertambahnya waktu dan intensitas stimulus yang mendukung perubahan tersebut. Apalagi IQ saya itu tergolong IQ anak-anak dan IQ anak-anak berbeda dengan IQ orang dewasa. Terakhir saya cek, waktu kelas XII, pas lagi seru-serunya milih jurusan buat kuliah. Di mana berdasarkan hasil tes Psikologi (yang saya kerjakan sungguh-sungguh dan saya dalam kondisi sehat wal afiat) saya masih memiliki tingkat IQ yang sama. Berdasarkan hasil tes itu pula, pilihan jurusan kuliah yang disarankan adalah: 1. Perpajakan 2. Arsitektur 3. Teknologi Informasi Saya diharuskan menuliskan pilihan jurusan yang saya inginkan terlebih dahulu di mana urutannya seharusnya ialah: 1. Hubungan Internasional 2. Teknologi Informasi 3. Arsitektur Jadi, jurusan Perpajakan itu saya tidak tahu ditentukan berdasarkan kemampuan saya yang belah mana karena setau saya, saya nggak suka ngerjain hal-hal berbau akuntansi atau yang menghitung keuangan dalam suatu tabel berbanding (debit-kredit) and I'm terrible at counting. Yah, nggak parah-parah amat sih emang tapi I'd better say no for counting. Everything! Lucunya, bokap saya itu sarjana ekonomi jurusan akuntansi yang pekerjaannya ya berhubungan sama hitung menghitung duit. Parah lah pokoknya, ngurusin daftar simpan-pinjam duit di bank yang kebetulan direkturnya itu bokap saya. Ngebayanginnya aja bikin kepala saya pusing! So, it has nothing to do with genes factor. Dari bongkar-bongkar arsip lama di 3 lemari, I feel like just revealed something. I feel like finding a hidden treasure. Masih banyak lagi yang saya temuin di 'map batik' yang bikin saya sama nyokap sempat ngotot-ngototan itu. Masih banyak lagi surat-surat yang bikin saya senyum-senyum sendiri waktu membacanya. Untung nggak kegeb nyokap! hehe

What's Ur Flava?

Mengutip alias meminjam judul lagu lumayan lama yang dinyanyikan Craig David, saya mau bercerita *kayak tukang dongeng* tentang selera musik. Siapa? saya nggak bakalan menganalisis selera musik anak jaman sekarang dibandingkan anak jaman dulu. Ini sekedar tulisan ringan tentang selera musik yang gado-gado di keluarga saya. Mari kita simak, apakah selera musik dipengaruhi oleh faktor herediter? *niru gaya bicara dosen pas ngajar* 1. Nyokap. Bisa dibilang nyokap saya selera musiknya yang paling gado-gado di antara anggota keluarga saya yang lain. Mulai dari yang slow (sampe bikin ngantuk) sampe yang upbeat, nyokap suka. Di rumah, koleksi kepingan CD nyokap pun 'warna-warni' genre musiknya. Ada Waljinah, Erni Kulit, Tribute to Titik Puspa, Badai Pasti Berlalu-nya Chrisye, Raihan, Shalawat Nabi-nya Hadad Alwi, Sundanese instrumental music, sampe musik lounge macam Paramayo (masih banyak lagi tenang aja, saya nggak bisa inget satu-satu). Emang kelihatannya musik-musik itu untuk ukuran orang dewasa, tapi jangan salah. Nyokap saya juga doyan musik-musik MTV lho! Pas lagi sarapan, saya nonton MTV TRL yang lagi muterin video klip-nya Ali & AJ yang Potential Break-up Song, yang mana saya benci banget lagu itu (juga video-nya) soalnya lagunya nggak jelas banget (in my opinion) *tapi single keduanya lumayan ok* Eh diam-diam nyokap saya nyaris membuat sarapan saya langsung masuk perut tanpa dikunyah. Nyokap : Beli CD-nya, Mbak! Saya : Hah? *berhenti ngunyah* Nyokap : Lagunya enak, beli CD-nya. *goyang-goyang kepala menikmati lagu* Saya : Males ah. Lagunya nggak enak. Nyokap : Ya daripada lagu-lagu yang biasa kamu puter. Jedag-jedug nggak karuan. Yang dimaksud nyokap itu lagu-lagu urban (RnB dan HipHop) yang kadang-kadang saya puter di radiotape di rumah (rock songs in MP3 player only hehe). Kalau lagi muter radio, nyokap suka milih frekuensi yang stasiun radionya muterin musik-musik dangdut koplo atau lagu pop Indonesia yang diremix *jadi ga karuan*. Serasa di bemo antar-kota deh! Kalau udah gitu, saya milih masuk kamar, grab my MP3 player dan menyumbat telinga saya yang berharga dengan earphone mungil warna putih yang nancep ke portable music player saya itu. 2. Adek. Anak terakhir di keluarga saya ini selera musiknya juga lumayan gado-gado. Barat-Indo semua suka. Tapi ya itu, pilih-pilih dan kebanyakan band-band Indonesia yang lagi ngetren di kalangan anak-anak. Tapi ada satu favoritnya (yang saya juga suka) yaitu Project Pop yang emang kocak abis kalo bikin musik. Untuk musik barat, adek cowok saya yang satu ini juga nggak bisa diremehin. Meski tampangnya anak SD banget *haha*, tapi dia doyan dengerin Fall Out Boys yang Thanks for the Memory atau the River-nya Good Charlotte. Dia juga maniak banget sama Jonas Brothers and High School Musical gara-gara hobi nongkrongin Disney Channel (kayak mbaknya hehe). Kadang ada lagu yang saya ogah dengerinnya tapi dia sama nyokap kompakan kalau lagu itu sumpah-enak-banget! Kayak...aduh saya nggak bisa nyebutin soalnya kebanyakan ya dinyanyiin sama band-band Indonesia gitu yang saya kebanyakan juga nggak ngerti hehe *soalnya tampangnya mirip-mirip*. Yang saya heran, dari mana coba nyokap bisa tahu lagu yang lagi hit di kalangan anak muda sedangkan saya (anak mudanya) nggak ngerti? Dunia ini memang aneh *ngeles*. 3. Adek saya yang gede. Nah kalau dia sih hampir mirip sama adek saya yang terakhir tadi. Musik favoritnya ya yang mainstream pasar Indonesia lah. Saya pernah mergokin dia beli CD MP3 kumpulan band-band Indonesia yang dari judulnya sih Top Band Indonesia. Tapi, saya pun cuma bisa mengerutkan kening kala membaca nama-nama band beserta lagu-lagunya pada kertas cover di bagian belakang. Nggak ada yang saya tahu satupun. Adek saya yang mulai doyan ngeband ini pun belakangan lagi doyan dengerin musiknya Ungu, Dewa sama Andra and the Backbone yang emang udah terjamin bakal disukai penonton. Maksudnya, dia lagi 'menginternalisasi' musik band-band itu tadi. Nggak tau lagi kalau dia dengerin Ungu karena lagi jatuh cinta. Maklum, lagi puber hehe. 4. Bokap. Wah kalau bokap, seleranya kelas kakap semua. Oke, mungkin saya nggak ngerti band-band Indonesia tapi lewat bokap saya jadi banyak tahu musisi barat berkualitas dari yang klasik sampe yang baru. Di antara keempat anggota keluarga yang lain, bokaplah yang paling jarang muter CD (atau kaset) koleksinya. Bukan karena nggak sempat, tapi udah keburu keduluan sama adek-adek saya, nyokap atau malah saya sendiri hehe. Jadi bokap merasa lebih baik mengalah dan pergi ngasih makan merpati peliharaannya di belakang. Koleksi CD bokap saya genre-nya hampir sama semua, kalau nggak Pop ya Jazz atau Blues/Soul. Saya sih nggak begitu hapal nama-nama musisi bule yang ada di kumpulan CD koleksi bokap *yang jelas enak semua!* tapi untuk penyanyi Indonesia ada dua nama yang bokap favorit banget; Broery sama Ebiet G. Ade. Bahkan bokap sampe punya dua biji kaset Ebiet G. Ade yang sama persis gara-gara awalnya dikira hilang nggak tau ke mana. Kadang saya juga suka muter CD koleksi bokap yang judulnya "Love Song" atau sejenisnya soalnya kebanyakan lagu-lagunya bagus buat karaoke alias emang singable ahaha. Bokap pun terpaksa harus rela mendengarkan penyanyi aslinya duet sama putri kesayangannya yang suaranya mirip Christina Aguilera ini :D 5. Moi. Last but not least, (nggak, lanjutannya bukan 'I wanna say thanks to all my fans around the world') musik yang selalu (dan pasti) ada dalam playlist di portable MP3 player atau Jukebox di laptop saya adalah...jeng, jeng, jeng! Sudah bisa ditebak ah. Nggak seru! Saya juga nggak tahu selera musik saya ini menurun dari siapa (kalo maniak musik bule sih dari bokap jelas). Di keluarga saya, bahkan di seluruh keluarga besar saya, yang rock-a-fella cuma saya seorang. Maksudnya yang doyan dengerin musik yang kata nyokap bikin rumah roboh itu (makanya lagu rock koleksi saya cuma saya dengerin lewat MP3 player atau di laptop dengan headset atau pas lagi nggak ada orang di rumah supaya saya bisa nyanyi bak rockstar. Kidding!) ya cuma saya ini. Dan lambat-laun, selera musik saya ini influenced juga ke adek saya yang kecil hehe. Saya nggak menutup kemungkinan aliran musik lain untuk saya cintai *halah*. Saya suka pop, musik urban seperti yang udah saya bilang di atas, jazz, bahkan musik yang unik macam Frou Frou dan Imogen Heaps atau Goodnight Electric. Saya nggak melihat nama untuk mendengarkan musik, selama musiknya enak dan lagunya nggak norak saya pasti suka. Band-band baru atau indie luar negeri yang seringnya ngebawain alternative rock adalah favorit saya. I LOVE 'EM ALL! Di Indonesia, bukannya band-bandnya jelek. Masih ada kok yang berkualitas macam Dewa atau Andra and the Backbone. But they're not my favorite, I just don't feel it in my soul *mulai lebay*. Justru favorit saya adalah sebuah band indie beraliran rock yang lumayan keras di telinga, Deadmaya. Selain itu, menurut saya, yang oke buat di telinga sih Maliq and the Essentials sama RAN :] For solo, I love Agnes Monica and Afgan *hehe*. Saya juga suka tuh dengerin vocal group Tangga atau track lama Chrisye (pinjem CD nyokap). But, lagu-lagu Indonesia inilah yang paling cepet ilangnya dari list di music player saya karena saya cepat bosan sama lagu-lagu Indonesia nggak tau kenapa. Kalau lagu barat sih, setahun juga bisa saking sukanya saya sama lagu itu (Paramore misalnya :]). Well, selera musik yang bener-bener diversity di keluarga saya ini nggak menimbulkan disintegrasi karena kami menjunjung tinggi semboyan negara kita, 'Bhineka Tunggal Ika'. Yah, musik itu kan subjektif, jelek menurut saya belum tentu jelek menurut Krisdayanti *apa hubungannya coba?!*. Suka-suka saya mau cinta musik rock dan saya juga nggak akan melarang kamu yang die-hard fans musik dangdut. Musik itu ada untuk dinikmati, bukan diperdebatkan *ngomong apa sih, Sar?!*. So, let's rock n roll baby!!! P.S.: what's ur flava? tell me ok :]

Wednesday 5 November 2008

5 Men


1. Chad Michael Murray. I fallen for him since the first time I watched A cinderella's story (staring with Hilary Duff who I wish she were me!). He's just a typical man I wanna spend my life with ahaha. I mean it. Too charming to be destroyed I guess :] *why he has to be destroyed anyway?*


2. Johnny Depp. A very talented and I believe he'd better called a great actor. From Captain Jack and then Willy Wonka. The characters he played are always bold and deadly different. People will say: 'it couldn't be Captain Jack' when you watch Charlie and the Chocolate Factory. That's what I would call 'A Great Actor'.


3. Zac Efron. I know, I know...he's too High School Musical or whatever but I love him haha *sorry Vanessa but it's true*. I think he's typical guy who'll treat you like a little puppy. I'm in love with his eyes and his smile. Gosh!


4. Adam Levine. Whoa I know it's kinda adult thing to say but Adam Levine represents a guy, you know, a guy every woman wants :] Typical of bad boy looks and something about his eyes will hypnotized any woman he meets ahaha.


5. Andy Warhol. I always adore his artworks and I have some of his pics (artwork) since I was in high school. His works is inspired me to create some artworks on my screen. He's just creative and inspirative.


LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin